Talaud adalah pulau kecil yang berada di utara indonesia dengan mayoritas
penduduknya adalah kristen protestan, hanya beberapa persen saja yang beragama
lain termasuk agama islam. Melalui bulan ramadhan di tempat yang hampir semua
orangnya tidak melaksanakan puasa mungkin menurut kalian adalah tantangan baru
bahkan mungkin cobaan yang cukup besar ditambah lagi jauh dari orang tua dan
keluarga, mungkin akan membuat kalian merasa sedih menjalani puasa ramadhan
sendirian.
Namun hal itu tidak berlaku di pulau ini, Talaud nama Pulau dan
Kabupatennya dan Beo nama kecamatannya, dan aku tinggal disana selama 1 tahun
karena menjadi seorang guru yang kebetulan mengikuti suatu program yang
pemerintah canangkan yang sekarang sudah berhenti yaitu SM3T. Menjadi warga Beo
adalah hal yang paling aku syukuri di hidupku, karena aku bertemu banyak orang
baik yang mengajarkanku makna saling menghargai dan menghormati serta menebar
kasih sayang walau kita berbeda. Menikmati puasa disini tak terasa sendiri dan
sepi sama sekali, meski saya tinggal sendiri di suatu rumah yang disewa untuk 1
tahun sebagai tempat tinggal saya. Awal puasa saya berpikir mungkin ini adalah
puasa terberat yang saya jalani, karena lingkungan saya dan menjalankan hal
yang sama. Namun alangkah kagetnya saya, saat sore itu sebelum berbuka puasa
ada yang memanggil saya dari depan rumah.
Y : Enci .. Enci (panggilan khusus guru wanita yang masih muda)
Z: ia sebentar ( saya bergegas kedepan rumah, mencari tahu siapa yang datang)
Y: enci, ini ada makanan untuk buka puasa enci, mama ada buat kata mo kase
pa enci for buka puasa
Z: ( ternyata yang datang adalah salah satu siswa saya, mengantarkan
makanan untuk saya berbuka puasa) oh... ia, makase ne... repot-repot e,,,
bilang pa mama , enci makase ne....
Y: ia enci, kita mo balik dulu ya enci.
Z: nyanda mo masuk dulu dang?
Y: nyanda usah enci, enci le so mo buka puasa. Pergi ne enci..
Z : ia, makase ne.
Dan kejadian seperti ini sering saya alami bahkan terkadang dikirim oleh
guru saya di tempat saya mengajar, yang memperlakukan saya bukan seperti teman
sejawat namun lebih seperti anak karena saya merupakan guru termuda di sekolah
tersebut. Merekapun tak lupa mengirimkan saya makanan untuk berbuka puasa,dan
ini sangat membuat saya bersyukur dan terharu melihat perhatian dan kebaikan
mereka kepada saya.
Banyak hal baik yang mengagetkan saya ketika disini apalagi tentang
bagaimana mereka bertoleransi, indah sekali bahkan sangat indah, saya menjalani
puasa saya dengan banyak kebahagiaan dan cinta dari mereka hingga tak terasa
hari ini adalah hari terakhir berpuasa dan malam ini adalah malam takbir. Saya
tidak berekspektasi apa-apa tentang malam takbir disini, namun tiba-tiba
beberapa siswa saya datang dan memberitahu saya untuk keluar malam ini
merayakan malam takbiran. Saya agak kaget namun ketika malam itu tiba, saya pun
beranjak menuju tempat berkumpul untuk merayakan malam takbiran. Saya bertanya
dalam hati “gimana perayaan takbir disini ya, kan yang islam sedikit sekali”
namun setibanya saya di lokasi berkumpu, semua warga Beo sudah ada di sana
ramai sekali, ditambah lagi mobi-mobil sudah berjejeran berbaris rapi menunggu
ibu bapati hadir disana. Saya bertanya kepada salah saru siswa saya.
S: apa setiap malam takbir seramai ini?
SS: ia enci, kita semua merayakan bersama-sama setiap takbiran meskipun
bukan beragama islam.
(Aku semakin kagum dengan pulau, kabupaten dan kecamatan ini, wah mereka
sungguh luar biasa.)
S: terus, ini kita kemana ? ini mobil siapa banyak sekali?
SS: kita mau keliling enci, keliling Beo dan ini mobil masyarakat beo yang
mereka berikan untuk siapa saja yang mau ikut takbiran, boleh pilih mau naik
mobil yang mana saja.
Wah , sebaik itu dan setinggi itu toleransinya , setiap hari saya belajar
lagi dan lagi, belajar banyak hal baru dan pengalaman baru yang membuka wawasan
saya berbeda tak akan membuat kita saling merasa benar dan bahkan saling
membenci. Masyarakan Beo, Talaud mengajarkan saya bahwa perbedaan adalah sumber
keharmonisan dan keindahan jika kita memaknainya dengan cinta dan kasih sayang.
Setelah menunggu beberapa saat tibalah bupati Kab, Kepulauan Talaud yang
dengan senyum ramahnya menyapa kami semua, setelah tiba maka dimulailah
kegiatan mengelilingi Beo dengan kumandang takbir yang menggelegar dari speaker
yang dibawa oleh salah satu mobil yang ikut. Saya memperhatikan mobil truk yang
berada dibelakang saya, seantusias itu mereka mengikuti malam takbiran meski
mereka bukan beragama islam. Saya tersenyum kepada mereka, melihat mereka
bahagianya mereka merayakan malam takbiran membuat saya sadar mereka tak pernah
membuat tembok hanya karena berbeda. Mereka membuat jalan yang bisa kita lalui
bersama, saling menghormati dan menghargai karena meski kita berbeda kita
tetaplah keluarga, karena kita Indonesia.
Malam ini sangat bermakna bagi saya, saya menyebutnya Talaud dan Kisah
Indah di Malam Takbiran. Saya menyebutnya seperti itu karena, contoh toleransi
sebenarnya sedang diperlihatkan didepan saya. Pelajaran bermakna yang tidak
bisa saya dapatkan ditempat lain, sedang di perlihatkan didepan saya. Bagaimana
tidak, hal indah di malam takbiran ini membuat saya lagi dan lagi begitu
tersentuh dengan kebaikan dan toleransi yang mereka perlihatkan pada saya. Saya
banyak belajar, wawasan saya semakin terbuka, dan hati saya semakin bisa
memberi cinta pada sesama meski tak sama. Talaud dan kisah indah di malam
takbiran ini, akan selalu menjadi kenangan indah bagi saya dan semoga bisa
memberi pembelajaran bagi kalian semua.
No comments